Sejarah Lampung

Masa Pra Sejarah

Asal-usul suku Lampung adalah dari Sekala Brak, yaitu sebuah kerajaan yang letaknya di dataran Belalau, Selatan Danau Ranau yang secara administratif kini berada di Kabupaten Lampung Barat. Kata ‘Lampung’ sendiri memiliki arti berasal dari ketinggian. Hal ini karena pada awalnya suku Lampung bermukim di dataran tinggi Sekala Brak di lereng Gunung Pesagi. Dari dataran Sekala Brak inilah suku Lampung menyebar ke setiap penjuru wilayah dengan mengikuti aliran way (sungai) seperti Way Komering, Way Kanan, Way Semangka, Way Seputih, Way Sekampung, dan Way Tulang Bawang beserta anak sungainya, sehingga meliputi dataran Lampung, Palembang, serta Pantai Banten.

Di lereng Gunung Pesagi didapati situs seperti batu bekas negeri atau pekon kuno, tapak bekas kaki, pelataran peradilan dan tempat eksekusi, serta prasasti yang terpahat pada batuan. Dari sebuah batu yang ber-tarikh 966 Caka yang ditemukan di Bunuk Tenuar Liwa, ternyata telah ada suku bangsa yang beragama Hindu telah menjadi penghuni di dataran Lampung. Di dalam hutan-hutan ditemukan parit dan jalan bekas zaman Hindu. Pada perkebunan tebu juga ditemukan batu-batu persegi, serta di antaranya batuan berukir yang merupakan puing candi.

Menurut tafsiran ahli kajian purbakala seperti Groenevelt, Westernenk, dan Helfich, ketika menghubungkan bukti-bukti sejarah, mereka memiliki pendapat yang berbeda. Namun secara umum, mereka membenarkan bahwa Sekala Brak merupakan cikal bakal suku Lampung.

Dalam catatan Tiongkok kuno yang disalin oleh Groenevelt, bahwa antara tahun 454 dan 464 Masehi, dikisahkan tentang Kerajaan Kendali yang terletak antara Pulau Jawa dan Kamboja. Menurut catatan Tiongkok itu, masyarakat Kendali memiliki adat istiadat yang sama dengan bangsa Kamboja. Nama Kendali ini dapat dihubungkan dengan Kenali, sebuah kota yang merupakan ibukota dari kecamatan Belalau.

Dalam catatan sejarah yang disusun dalam Tambo, disebutkan bahwa Sekala Brak pada awalnya dihuni oleh suku Tumi yang menganut animisme. Suku ini mengagungkan sebuah pohon yang bernama Belasa Kepampang atau nangka bercabang, karena pohonnya memiliki dua cabang besar. Pohon ini salah satu cabangnya adalah nangka, sedangkan cabang yang satunya lagi merupakan sebukau, sejenis kayu bergetah. Keistimewaan pohon ini yaitu bila kulit terkena cabang sebukau, maka akan timbul penyakit kulit seperti koreng. Untuk mengobatinya, maka kulit harus dioleskan getah cabang nangka. Disebabkan keanehan ini, maka suku Tumi begitu mengagungkan pohon Belasa Kepampang.

Kemudian datang empat orang putra Raja Pagaruyung ke Sekala Brak untuk menyebarkan agama Islam. Fase ini merupakan bagian terpenting dari eksistensi masyarakat Lampung. Keempat orang ini ialah, Umpu Bejalan Di Way, Umpu Belunguh, Umpu Nyerupa, Umpu Pernong.
Setibanya di Sekala Brak, keempat orang tersebut mendirikan suatu perserikatan yang dinamakan Paksi Pak yang berarti empat serangkai.

Setelah perserikatan ini cukup kuat, maka suku Tumi berhasil ditaklukkan. Sejak saat itu, berkembanglah Islam di Sekala Brak. Penduduk yang belum menerima Islam, mereka melarikan diri ke Pesisir Krui, kemudian menyeberang ke Pulau Jawa dan sebagian lagi ke Palembang.
Kemudian dataran Sekala Brak dipimpin oleh keempat putra raja dengan menggunakan nama Paksi Pak Sekala Brak. Inilah asal mula Kerajaan Sekala Brak yang merupakan nenek moyang bangsa Lampung. Kerajaan Sekala Brak dibagi menjadi empat marga, yaitu:
1.      Umpu Bejalan Di Way memerintah daerah Kembahang dan Balik Bukit dengan ibu kotanya di Puncak. Daerah ini disebut dengan Paksi Buay Bejalan Di Way.
2.      Umpu Belunguh memerintah daerah Belalau dengan ibu kotanya di Kenali. Daerah ini disebut Paksi Buay Belunguh.
3.      Umpu Nyerupa memerintah daerah Sukau dengan ibu kotanya di Tapak Siring. Daerah ini disebut Paksi Buay Nyerupa.
4.      Umpu Pernong memerintah daerah Batu Brak dengan ibu kotanya di Hanibung. Daerah ini disebut Paksi Buay Pernong.
Suku Tumi yang lari ke daerah Pesisir Krui menempati marga Punggawa Lima yaitu Marga Pidada, Marga Bandar, Marga Laai, dan Marga Way Sindi. Namun Pesisir Krui berhasil ditaklukkan oleh Lemia Ralang Pantang yang berasal dari daerah Danau Ranau dengan dibantu lima orang punggawa dari Paksi Pak Sekala Brak. Dari kelima orang punggawa inilah maka daerah itu disebut dengan Marga Punggawa Lima, karena mereka berlima menetap di daerah yang telah ditaklukkannya.

Setelah suku Tumi berhasil dikalahkan, pohon Belasa Kepampang akhirnya ditebang untuk dijadikan Pepadun. Pepadun adalah singgasana yang hanya digunakan atau diduduki saat penobatan Saibatin raja-raja dari Paksi Pak Sekala Brak serta keturunannya. Sekitar awal abad ke-9 Masehi, para Saibatin raja-raja di Sekala Brak menciptakan aksara dan angka sebagai aksara Lampung yang dikenal Had Lampung.

Masa Kolonial

Piagam Bojong menunjukkan bawah tahun 1500 hingga 1800 Masehi, Lampung dikuasai oleh Kesultanan Banten. Putra Mahkota Banten, Sultan Haji, menyerahkan beberapa wilayah kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa kepada Belanda. Di dalamnya termasuk Lampung sebagai hadiah bagi Belanda karena telah membantunya melawan Sultan Ageng Tirtayasa.

Perjanjian itu termuat dalam surat tertanggal 12 Maret 1682 dari Sultan Haji kepada Mayor Issac de Saint Martin, perwakilan VOC. Surat itu diperkuat dengan surat perjanjian tanggal 22 Agustus 1682 yang membuat VOC memperoleh hak monopoli perdagangan lada di Lampung.

Setelah Kemerdekaan

Pada awal kemerdekaan Indonesia, Lampung merupakan keresidenan yang tergabung dalam Provinsi Sumatra Selatan. Pada 18 Maret 1964 dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 3/1964, maka Lampung berdiri menjadi provinsi tersendiri.

Sumber: 
Sujadi, Firman. 2012. Lampung: Sai Bumi Ruwai Jurai. Penerbit Cita Insan Madani: Jakarta


0 komentar:

Posting Komentar